KPR Desak Pemkab Tuban “Hargai” Perempuan dan Anak

TUBAN

TANGGUNG JAWAB: Diskusi pembahasan mekanisme layanan penanganan korban dan standar operasional pelayanan (SOP) KDRT, yang digelar di gedung Kantor Bapemas dan KB Kabupaten Tuban, Senin (09/02/2015) siang. foto: ARIF AHMAD AKBAR
TANGGUNG JAWAB: Diskusi pembahasan mekanisme layanan penanganan korban dan standar operasional pelayanan (SOP) KDRT, yang digelar di gedung Kantor Bapemas dan KB Kabupaten Tuban, Senin (09/02/2015) siang. foto: ARIF AHMAD AKBAR

seputartuban.com–Banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di tengah himpitan zaman yang gelisah ibarat fenomena gunung es. Sedikit di permukaan atau yang terekspos namun sangat marak di tengah masyarakat.

Hal ini dibuktikan masih sangat jarang kasus KDRT dengan korban perempuan dan anak di Kabupaten Tuban ditempuh melalui jalur hukum positif, dengan memanfaatkan undang-undang penghapusan KDRT dan perlindungan anak.

Fenomena gunung es itu disampaikan Ketua Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Tuban, Imanul, di depan peserta pembahasan mekanisme layanan penanganan korban dan standar operasional pelayanan (SOP) KDRT, yang digelar di gedung Kantor Bapemas dan KB Kabupaten Tuban, Senin (09/02/2015) siang.

Berkiatan itu KPR mendesak segera dirumuskan standar SOP dalam peraturan daerah (perda) Kabupaten TUban  tentang perlindungan perempuan dan anak.

“Perda ini sudah sangat diperlukan di Kabupaten Tuban. Diharapkan perda ini dapat  memberikan regulasi spesifik untuk mengatur bentuk pencegahan dan penanganan atas kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak,” papar Imanul dalam acara yang juga dihadiri tim Pengadilan Negeri (PN) Tuban, Pengadilan Agama, Unit Perlindungan Anak dan Perempuan Polres Tuban, RSUD dr Koesma Tuban, Dinsosnakertran, serta unsur Bapemas dan KB sendiri.

Menurut Imanul, tidak adanya sistem penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak agar dapat menimbulkan efek jera kepada pelaku  bisa memicu kejadian tersebut berulang. Selama ini penanganannya adalah dengan cara memediasi pelaku dan korban untuk berbaikan.

Yakni diberi nasehat dari tokoh agama dan pemerintah desa tanpa mempertimbangkan rasa keadilan bagi korban.

“Untuk itu pemerintah daerah harus turut bertanggungjawab terhadap korban kekerasan yang dialami perempuan dan anak. Yakni aktif melakukan sosialisasi dan kampanye anti kekerasan bersama elemen masyarakat,” papar Imanul.

Sebab, sambung dia, persoalan  tersebut bukan problem individu korban tapi namun juga masyarakat dalam wilayah kejadian. Maka perlu aturan atau regulasi agar hak dan martabat seorang perempuan tidak selalu disudutkan.

Ke depan KPR, akan membentuktim relawan pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Tuban untuk membantu menyelaraskan program pendampingan terhadap perempuan dan anak. ARIF AHMAD AKBAR