TUBAN

seputartuban.com-Banyaknya pelaku bisnis yang membuka usaha di kawasan strategis dan berpotensi mengganggu fasilitas umum seperti jalan raya dan tempat lain mengurus dokumen analisis dampak lalu lintas dan pengaturan manajemen rekayasa lalu lintas (Andalalin dan MRL) bukan tanpa sebab. Bayangkan saja, untuk jenis usaha menengah dan mikro, “harga” dokumen yang dipatok antara Rp 10 juta sampai Rp 20 juta.
“Harga” akan bertambah mahal untuk dokumen andalalin jenis usaha besar. Yakni berkisar antara Rp 50 juta sampai Rp 100 juta. Harga itu sejalan dengan lokasi usaha, jenis usaha serta besarnya dampak yang ditimbulkan.
Seperti yang diungkapkan salah satu pengusaha supermarket di Kabupaten Tuban berinisial YD. Dirinya mengaku sangat keberatan saat mengurus dokumen tersebut. Dia mengaku, sudah berkali-kali menawar “harga” dokumen andalalin kepada instansi yang ditunjuk Dirjen Perhubungan namun hasilnya nihil. Bahkan terkesan dipersulit.
Menurut dia, “harga” tersebut tampaknya tidak disertai aturan yang jelas. Alasannya, besarnya biaya disesuaikan besarnya usaha. “Tidak ada ukuran yang jelas. Dan bisa ditawar, ini jelas memberatkan, ” kata pengusaha asal Tuban ini.
Selain mahal, sambung dia, proses pengajuan dan persyaratannya sangat rumit. Sehingga dokumen andalalin itu syarat akan kepentingan dan dugaan praktik suap. Kalau uang pelicin dianggap cukup, maka dokumen akan cepat dan mudah diterbitkan. Sebaliknya, meski sudaha hampir satu tahun, dokumen terkesan diperlambat dan banyak alasan untuk tidak direkomendasikan.
“Kalau cocok uangnya cepat dan mudah. Tolong itu diawasi, kalau perlu ada aturan jelas tentang tarifnya,” tegas YD sembari mengatakan fakta ini yang akhirnya membuat pengusaha yang diwajibkan mengantongi dokumen andalalin memilih bodong.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Pemkab Tuban, A Paraith, menjelaskan bahwa tugasnya hanya sebatas memberikan bantuan rekomendasi dokumen. Untuk pembuatan dan pengeluaran dokumen tergantung aturan oleh instansi yang ditunjuk. Pemberian rekomendasi dimaksudkan untuk mempermudah pengaturan lalu lintas agar tidak menggangu pengguna lainnya.
“Meski rekomendasi juga berperan, namun kita tidak akan mempersulit. Kita hanya membantu saja. Kan lebih enak kalau diatur,” jawab Paraith.
Terkait mahalnya biaya yang dikeluhkan pengusaha, dia tidak berkomentar banyak. Hanya menjelaskan, bahwa biaya menjadi ranah lembaga konsultan yang ditunjuk Dirjen Perhubungan. “Kalau ada yang mau membuat kita arahkan tempatnya. Yang jelas di Tuban belum ada lembaga konsultan yang ditunju,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, masih banyak jenis usaha di Kabupaten Tuban yang belum memiliki dokumen Andalalin dan MRL.
Sesuai dengan pasal 40 PP Nomor 32 Tahun 2011 tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas (MRL), setiap usaha pusat perbelanjaan, perdagangan, perkantoran, industri, pelayanan dan sejenisnya yang menggunakan lalu lintas umum dan sarananya, diwajibkan mengantongi dokumen andalalin. Apabila persyaratan itu tidak dipatuhi, maka Dishub setempat berhak mencabut izinnya. Bahkan, apabila dampak terlalu berpengaruh kepada pengguna jalan atau warga lainnya maka usaha itu bisa ditutup.
Data di Dishub Tuban, menyebutkan sejak tahun 2011 baru ada 15 jenis usaha yang mengantongi dokumen pelaksanaan andalalin. Ini berarti pelbagai jenis usaha yang tercecer di jalan poros kota dan jalur pantura, Kabupaten Tuban terindikasi masih bodong. Selama ini tindakan sosialisasi sampai peringatan sudah dilakukannya. HANAFI