Atasi Langka “Jambe” Panitia Lomba Sepakat Giliran

Lomba tradisional panjang pinang yang populer di tengah peringatan HUT Kemerdekaan RI dari tahun ke tahun di Kabupaten Tuban dalam perkembangannya mengalami dilema. Sama dilemanya dengan sejarah masa lalu panjat itu sendiri yang menyakitkan tapi relevan dengan kerja keras dan semangat kebersamaan.

LANGKA: Kelompok masyarakat yang setiap momen 17 Agustus tiba menggelar lomba ini mulai kesulitan memperoleh batang pohon pinang.
LANGKA: Kelompok masyarakat yang setiap momen 17 Agustus tiba menggelar lomba ini mulai kesulitan memperoleh batang pohon pinang.

seputartuban.com-Tapi terlepas dari soal histori dan filosofinya, kini kelompok masyarakat yang setiap momen 17 Agustus tiba menggelar lomba ini mulai kesulitan memperoleh batang pohon pinang, yang menjadi inti permainan tradisonal warisan kolonial Belanda tersebut.

Namun begitu, mereka yang ingin lomba panjang tetap semarak tak habis akal. Untuk menyiasati mulai langkanya pohon pinang, panitia lomba yang juga lazim disebut “jambean”  di Kecamatan Kereka punya solusi sendiri.

“Karena jambe (pohon pinang) sudah langka, para panitia lomba antar desa sepakat menggunakan satu pohon pinang secara bergantian. Tentu saja saja lebih dulu jadwalnya kita atur giliran,” terang Koordinator Karang Taruna Kecamatan Kerek, Khusnul, Senin (01/09/2014) sore.

Menurut dia, cara itu terpaksa dilakukan lantaran pohon pinang sudah mulai sulit didapat. Di wilayah Kecamatan Kerek, saat ini rumpun pohon pinang banyak tumbuh di kebun dan pekarangan milik warga di Dusun Bawi, Desa Hargoretno.

“Permasalahannya tidak semua warga yang punya pohon pinang boleh dibeli. Mungkin alasannya rugi karena memang biji dan bunganya banyak dicari orang. Kalau dijual otomatis mati penghasilan. Kaena memang budidaya pohon pinang ini sudah sulit dilakukan,” papar Khusnul.

Penuturan Khusnul tersebut juga diamini Lisin (31), tokoh pemuda di Desa Gaji, Kecamatan Kerek, yang setiap even Agustusan selalu didapuk menjadi mentor.

Dia menyebutkan, harga untuk satu batang pohon pinang Rp 50 ribu. Itu belum termasuk ongkos tebang dan angkut. Meski demikian, rata-rata warga yang memiliki pohon pinang “eman” untuk menjualnya.

“Yang relatif mahal dan dicari orang adalah bunganya. Umumnya untuk acara ritual hajatan mantu, sunatan dan acara-acara lain yang harus ada bunga pinang,” kata Lisin yang kini mengaku mendalami berbagai literatur dan diskripsi tutur terkait filososofi dan mitologi budaya Jawa kuno ini.

Selain bunganya, sambung dia, pinang terutama ditanam untuk dimanfaatkan bijinya. Biji ini dikenal sebagai salah satu campuran orang makan sirih, selain gambir dan kapur.

Biji pinang mengandung alkaloida seperti misalnya arekaina (arecaine) dan arekolina (arecoline), yang sedikit banyak bersifat racun dan adiktif, dapat merangsang otak. Sediaan simplisia biji pinang di apotek biasa digunakan untuk mengobati cacingan, terutama untuk mengatasi cacing pita.

Sementara itu, dari berbagai sumber di laman ilmiah dan herbal disebutkan beberapa macam pinang bijinya menimbulkan rasa pening apabila dikunyah. Zat lain yang dikandung buah ini antara lain arecaidine, arecolidine, guracine (guacine), guvacoline dan beberapa unsur lainnya.

Secara tradisional, biji pinang digunakan dalam ramuan untuk mengobati sakit disentri, diare berdarah, dan kudisan. Biji ini juga dimanfaatkan sebagai penghasil zat pewarna merah dan bahan penyamak.  MUHLISHIN