One Vilage One Product (OVOP) menjadi program andalan Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky. Beragam upaya dilakukan untuk mewujudkannya menjadi kenyataan. Mulai dari program organisasi perangkat daerah (OPD) hingga membuat sayembara melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Tuban. Dengan total hadiah yang disediakan Rp. 16,5 juta.
Perlu kita tahu, ternyata OVOP sudah ada sejak lama. Sesuai publikasi Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka, Kementerian Perindustrian meyebutkan Ovop awalnya dirintis oleh Prof. Morihiko Hiramatsu, saat menjabat sebagai Gubernur Oita Prefecture, Jepang. Pada tahun 1980-an.
OVOP merupakan pembangunan ekonomi dengan tujuan Menarik kembali masyarakat yang terlanjur berpindah dari pedesaan ke kota. Mengembangkan budaya dan industri pedesaan. Memberikan nilai tambah bagi aktivitas masyarakat yang sudah dilakukan secara turun – temurun. Dengan adanya nilai tambah bagi aktivitas masyarakat, akan mengangkat derajat masyarakat pedesaan. Serta pengembangan industri pedesaan mencapai pasar internasional.
Keberhasilan OVOP di provinsi Oita, Jepang karena pemda dapat memanfaatkan semua potensi yang ada melalui Partisipasi dan koordinasi dengan aparat sampai tingkat bawah (desa) untuk mendiskusikan konsep OVOP ini. Konsep ini bukan dari atas ke bawah, namun benar-benar menggali dari desa, bukan formalitas saja.
Pejabat berwenang langsung turun lapangan untuk mengawal konsep OVOP setiap hari. Para pejabat dengan aktif melakukan pemantauan dan pendampingan di desa untuk mewujudkan OVOP benar-benar siap bersaing di pasaran. Karena mekanisme pasar akan berkerja sesuai hukum pasar.
Memanfaatkan media massa khususnya TV (waktu itu) untuk membangkitkan pelaksanaan OVOP. Pemanfaatan media komunikasi massa baik media sosial maupun rekan-rekan pers juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan OVOP ini. Sehingga branding public benar-benar dapat dilaksanakan dengan seimbang.
Pemerintah daerah mempersiapkan berbagai lembaga kajian dan laboratoriuim untuk mendukung upaya promosi produk yang khas desa. Selain menggali potensi, maka potensi yang sudah ada juga perlu dilakukan kajian lanjutan. Untuk menggali sejumlah kemungkinan dampak produk baik dari segi produknya maupun pasarnya.
Membentuk pondok belajar (pusat latihan) di beberapa tempat untuk menghasilkan local leader yang menjadi pelopor dan penggerak OVOP di desa. OVOP awalnya sukses karena memiliki pendamping yang secara konsisten bersama masyarakat desa. Kegagalan banyak program adalah formalitas belaka tanpa keseriusan pendampingan teknis yang secara terus menerus memberikan pendidikan dan pengawasan teknis potensi yang sudah ada.
Pemerintah daerah Oita berusaha memperkenalkan informasi produk-produk khas OVOP kepada masyarakat di dalam dan luar Oita termasuk gubernur Oita sendiri. Lokal, regional, nasional bahkan internasional branding sangat perlu dilakukan untuk memasarkan produk. Karena jika produk hanya diserap lokal, akan terjadi perlambatan serapan pasarnya.
Pemerintah daerah Oita memberikan penghargaan terhadap orang atau kelompok yang berusaha sukses melaksanakan OVOP. Penghargaan (reward) dalam ilmu manajemen dapat dilakukan dalam beragam bentuk. Hal itu perlu dilakukan secara konsisten dalam semua jenjang pejabatnya.
Ovop kemudian diduplikasi di negara-negara Asia, Afrika, Eropa Timur dan Amerika Selatan. Dengan nernagai inovasi dan turunan program yang telah dibuat di negaranya masing-masing. Di wilayah Asia negara yang menduplikasi OVOP adalah Indonesia, Malaysia, China, Laos, Philipina, Myanmar, Kamboja, Singapura, Thailand, Vietnam, Mongolia, Korea, Taiwan, Bangladesh, Timor Leste, Srilangka dan Moldova. Selain itu juga diduplikasi wilayah 9 negara di Afrika dan 13 negara di Amerika.
Di Indonesai, program OVOP merupakan program berbasis community development (CD). Dimana pengembangan OVOP memiliki tiga prinsip dasar dalam pelaksanaannya. Yakni lokal tapi global, pengembangan OVOP bertujuan untuk mengembangkan produk yang dihasilkan masyarakat lokal. Artinya komoditas yang bersifat lokal bisa menjadi komoditas yang internasional.
Kemandirian dan kreativitas Potensi produk yang dikembangkan adalah produk disetiap daerah. Pada umumnya. Program OVOP disadarkan berdasarkan inisiatif masyarakat lokal, semangat kemandirian dan kreatifitas masyarakat untuk menjadi potensi regional. Pengembangan sumber daya manusia. program OVOP memiliki prinsip untuk memacu sumber daya manusia dilingkungan daerahnya agar mampu kreatif dan inovatif.
Salah satu strategi pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia dalam pemberdayaan masyarakat adalah mengimplementasikan Program One Village One Product (OVOP) sesuai dengan Inpres Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tanggal 08 kebijakan mengenai percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Program OVOP merupakan gerakan masyarakat dengan melibatkan pemerintah untuk menggerakkan produk khas dari kreativitas masyarakat lokal di daerah bisa tingkat desa hingga kabupaten/kota.
Kemudian terbaru, melalui Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 14 tahun 2021 tentang pengembangan industry kecil dan industry menengah di sentra IKM melalui One Village One Product. Dalam peraturan tersebut diatur target pembangunan sentra IKM hingga ketentuan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat yang diberikan kepada kabupaten/kota yang memiliki potensi industri.
Di Jawa Timur, program OVOP pernah dijalankan Gubernur Jawa Timur, H. Moch. Basofi Soedirman. Dia memiliki program Gerakan Kembali Ke Desa (GKD). Dengan programnya Satu Desa Memiliki Produk Unggulan (OVOP).
Banyak literatur ilmiah baik dalam bentuk buku maupun jurnal yang membahas OVOP baik secara teoritis maupun teknis. Banyak pihak yang telah mencoba menjalankan program inovasi dari Jepang ini. Namun tidak semuanya berhasil. Karena menduplikasi tentu tidak hanya mengambil main idea saja. Melainkan juga menduplikasi teknis, serta inovasi local wisdom juga tetap dipertahankan dan dikuatkan.
Penulis : Cipnal Muchlip M, Pimpinan Umum seputartuban.com