Wartawan Mulia Harus Pakai Mata, Telinga dan Hati

seputartuban.com, TUBAN – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Tuban, Saiful Hadi, selain berlatar belakang keprofesian dan pendidikan kedokteran, ternyata juga punya pengalaman di dunia jurnalistik atau pernah berprofesi sebagai wartawan.

Saiful Hadi

Saiful Hadi mengatakan, bahwa dirinya pernah menjalani pekerjaan sebagai wartawan sewaktu masih menjadi mahasiswa fakultas kedokteran di universitas Airlangga Surabaya. “Tahun 78 sampai tahun 80 merasakan hidup sebagai wartawan,” katanya, Selasa (24/1/2016).

Sebelumnya dia sempat menjadi loper koran di media surabaya yang cetak siang hari. Hampir 50 eksemplar koran ia jual tiap sore hari sehabis sekolah. Rutinitas seperti itu ia lakukan lantaran keadaan ekonomi keluarganya yang serba kesulitan saat itu. Setelah ayahnya tidak lagi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Satu koran seharga Rp. 5 saat itu,” jelasnya.

Hingga akhirnya dia dipercaya oleh pihak redaksi media tersebut untuk menjadi wartawan pada rubrik berita seputar kesehatan. Dia menjalani profesi tersebut hampir dua tahun lebih. Dia menempuh pendidikan perguruan tinggi dari tahun 1979 sampai tahun 1986.

Dia mengaku melepas pekerjaannya setelah mendapat beasiswa dari salah satu perusahaan obat ternama. Dia mendapat beasiswa dengan jumlah sampai Rp. 25 Ribu perbulannya. Uang sejumlah itu sangat banyak saat itu sehingga dia memilih melepas profesinya sebagai jurnalis dan konsentrasi pada akademisnya.  “Saat itu SPP sebesar Rp 60 ribu setahunnya. Sisa uang dari beasiswa sampai saya belikan mobil,” lanjut pejabat kelahiran 28 Oktober 1958 itu.

Dan akhirnya pejabat yang masa mudanya aktif di komunitas motor itu mulai terjun di dunia kedokteran sejak tahun 1985 dimana dari tahun 1985 sampai tahun 1986 diangkat menjadi dokter muda di surabaya. Mulai tahun 1987 dia hijrah ke Tuban dan membuka praktek kedokteran di Kecamatan Kenduruan hingga tahun 1989 dia pindah ke Kecamatan Rengel.

Banyak pengalaman berharga yang ia dapat dari dunia kewartawanan. Menurutnya, profesi wartawan adalah salah satu pekerjaan mulia selama niat dan tujuannya untuk kemanusiaan. “Makanya saya paling tidak suka dan tersakiti saat mengerti dan mengetahui ada ulah wartawan yang nakal,” ungkapnya.

Menurutnya wartawan dalam menjalankan tugas harus memakai hati, atau tidak sekedar memakai mata dan telinga. Jadi dalam menganalisa sebuah wacana harus mengedepankan hati nurani. Baginya pekerjaan mulia tersebut bisa tergadai jika jurnalis hanya memakai mata dan telinga untuk beranalisa.

Melalui mata telinga dan hati-lah seorang jurnalis bisa menjadi independen dan idealis atau tidak bisa ditunggangi sebuah kepentingan dan keuntungan jangka pendek semata. “Profesi wartawan jangan sampai tergadaikan idealismenya hanya karena urusan perut. Idealismenya tak bisa dihargai hanya dengan uang semata,” pungkas Saiful. USUL PUJIONO