Melongok Geliat Manusia “Gunung” Rosokan di Tuban

Kehidupan memang harus dijalani dan disyukuri. Setiap nafasnya adalah keniscayaan yang harus dinikmati. Begitulah yang dialami segelintir orang yang kesehariannya menggantungkan nasib dengan mengais rezeki dari sampah dan rosokan di kawasan Ngempak, Sidorejo, Tuban.

DIBUANG SAYANG: "Gunung" rosokan milik Suparno di Ngemplak, Sidorejo, Tuban, Rabu (18/03/2015) pagi. (foto: WANTI TRI APRILIANA)
DIBUANG SAYANG: “Gunung” rosokan milik Suparno di Ngemplak, Sidorejo, Tuban, Rabu (18/03/2015) pagi. foto: WANTI TRI APRILIANA

seputartuban.com-Menumpuknya barang bekas pada salah sudut lahan milik Suparno di seputaran Ngemplak ini sekilas terlihat menggunung. Ya, “gunung” rosokan atau barang bekas dan sampah itu telah menjadi nafas kehidupan bagi Suparno dan keluarganya.

Suparno sendiri mewarisi bisnis rosokan generasi di atasnya yang dirintis 15 tahun lalu. Tumpukan rosokan ini diperoleh dari berbagai lapisan masyarakat dan pengepul barang bekas.

“Ada 12 pengepul barang rosokan yang setiap hari setor. Kebanyakan dari kantor atau masyarakat yang memiliki barang bertumpuk dan sudah tidak dipakai lagi,”ujar Suparno, Rabu (18/03/2015) pagi.

Meski setiap hari harus bergelut dengan rosokan, Suparno justeru akrab dengan berkah. Ini setelah barang rosokan miliknya mulai dilirik perusahaan daur ulang seperti kertas, besi dan plastik. Para pelaku peleburan daur ulang itu, bahkan sekarang minta order 5 ton dalam satu pekannya.

“Kalau kertas kebanyakan kami mengirimnya ke Kudus. Untuk besi dikirim ke Manyar, Gresik. Sementara plastiknya untuk memenuhi kebutuhan dalam kota. Paling banyak di Kecamatan Jenu,” ungkap Suparno di antara tumpukan partikel bekas besi dan kertas.

Menurutnya, barang bekas yang bisa didaur ulang dan memiliki nilai jual itu seperti plastik, kaleng, besi, seng dan kardus.

Dia menjelaskan, untuk kertas dibeli dari warga dengan harga Rp 1,700 per kilo, besi Rp2.700 dan untuk plastik Rp 2.500 per kilo. Kepada perusahaan peleburan Suparno mengambil keuntungan 10 persen.

“Memang kebanyakan pengusaha penampungan rosokan hanya mengambil keuntungan 10 persen saja. Kalau lebih dari itu biasanya tidak ada yang mau,” tandas dia.

Suparno tak menampik, menjadi pengepul barang bekas memang memerlukan tekad dan berani malu. Karena tidak sedikit pula orang yang ragu dan merasa jorok dengan usaha semacam ini.

“Hal pertama yang harus dilakukan adalah memiliki tempat penampungan. Setelah itu hanya perlu mencari informasi tentang harga beli dan jual barang-barang bekas. Cari yang paling murah harga belinya. Percayalah uang receh itulah yang nantinya akan membuat usaha menjadi besar,” papar Suparno berbagi tip seputar usaha rosokan yang dia geluti.  WANTI TRI APRILIANA