Bengawan Solo Meluap, Warga Tuban Tetap Santai

TUBAN

SIAGA SATU: Kondisi permukaan air Bengawan Solo di bawah jembatan Glendeng di Desa Simo,  Kecamatan Soko, yang menjadi batas wilayah Kabupaten Tuban dan Bojonegoro, Selasa  (03/02/2015) siang.
SIAGA SATU: Kondisi permukaan air Bengawan Solo di bawah jembatan Glendeng di Desa Simo,
Kecamatan Soko, yang menjadi batas wilayah Kabupaten Tuban dan Bojonegoro, Selasa
(03/02/2015) siang.

seputartuban.com–Tingginya intensitas hujan yang sepanjang tiga hari terakhir mengguyur wilayah Kabupaten Tuban, membuat permukaan air Bengawan Solo terus meningkat.

Kondisi ini membuat warga yang rumahnya berada di bantaran sungai terpanjang di Pulau Jawa ini mulai waspada.

Namun begitu, warga tetap bersikap santai dan tidak panik. Sebab banjir sudah merupakan bencana tahunan dan secara alami sudah hafal karfakternya. Artinya, walaupun tak pernah dibekali teknis dan strategi khusus menghadapi banjir, tapi dengan sendirinya warga sudah sangat terlatih.

“Sederhananya, kami sudah dilatih oleh alam bagaimana menghadapi banjir yang benar secara turun temurun. Bagi kami warga bantaran bengawan, banjir ibaratnya sudah seperti teman,”
ujar Sutomo, warga Dusun Tawangsari Desa Ngadirejo Kecamatan Rengel, yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari bibir Bengawan Solo, Selasa (02/02/2015) pagi.

Selain itu, Sutomo tidak sendiri. Dia bersama 118 kepala keluarga lainnya di Dusun Tawangsari sudah benar-benar siap jika sewaktu-waktu banjir merendam dusun mereka.

Perahu sebagai salah satu pilar evakuasi hampir semua warga punya. Karena memang perahu juga menjadi sumber utama mengais pasir dari Bengawan Solo di saat air sedang dalam kondisi
normal.

“Meski begitu kami tetap waspada. Karena banjir sifatnya tetap liar,” imbuh Rumaji yang disamping warga lainnya yang tinggal di belakang SDN Ngadirejo 2.

Menurut dia, sebagai upaya agar tempat tinggal tidak tergenang banjir hampir setiap tahun warga beramai-ramai meninggikan pondasi rumah.

Hal ini biasanya dilakukan setelah panen gadu. Hasilnya, sudah lima tahun terakhir ini hampir semua warga Dusun Tawangsari tidak mengungsi, ketika wilayah ini dikepung banjir.

“Kalau mau keluar desa cukup menggunakan perahu. Yang penting rumah tidak kebanjiran,” sambung Taufik, warga Dusun Tawangsari lainnya.

Sementara Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tuban, Edi Prawoto, menjelaskan debit air bengawan solo mengalami kenaikan dalam tiga hari terakhir ini.

Berdasarkan pantauan BPPD, Selasa (02/02/2015) pukul 06.00 WIB ketinggian di pintu air Karang Nongko mencapai 25,03 pheiscall. Bendung gerak Bojonegoro mencapai 12,70 pheiscall
dan di pintu air Babad mencapai 07,02 pheiscall.

Selanjutnya pada pukul 09.00 WIB mulai ada tren turun. Pintu air Karang Nongko menunjuk angka 24,80 pheiscall, Bojonegoro 12,63 pheiscall dan Babad 07,08 pheiscall.

Kondisi ini terus menurun hingga pukul 120.00 WIB. Karang Nongko 24,57 pheiscall, Bojonegoro 12,51 pheiscall dan Babad pheiscall.mencapai 07,06

Meksi begitu, Edi Prawoto meminta warga yang tinggal di bantaran Bengawan Solo tetap waspada. “Sebab sewaktu-waktu air bisa meluap tanpa diduga-duga,” tegas dia.

Untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi, BPBD Kabupaten Tuban sudah menyiapkan perlengkapan dapur umum, paket sembako dan perahu karet.

Sedangkan pos pengungsi akan ditempatkan di Lapangan Desa Rengel, Lapangan Sokosari. Kecamatan widang akan ditempatkan
di pangkalan truk setempat. Di Tuban sendiri, kawasan rawan bencana luapan banjir Bengawan Solo adalah Kecamatan Rengel, Soko, Plumpang serta Kecamatan Widang.  ARIF AHMAD AKBAR

Print Friendly, PDF & Email