PALANG
seputartuban.com – Akibat cuaca yang tidak menentu, mengakibatkan hasil produksi buah blimbing nadu milik Yasin Mohammad Jaiz (47) warga Desa Tasikmadu, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban menurun drastis.
Bapak 3 anak yang sudah menjadi petani blimbing madu dan memiliki 16 hektar lahan perkebunan blimbing itu, saat dikonfirmasi di lahan miliknya Sabtu (22/06/2013) mengaku bahwa akibat anomaly cuaca saat ini, produksi buah blimbing madu yang dikelolanya menurun dan ia juga mengaku mengalami kerugian yang tidak sedikit.
Blimbing madu yang sudah diakui sebagai blimbing unggulan varietas tasikmadu oleh Kementerian Pertanian itu, jika cuaca normal biasanya mampu memanen buah blimbing madu hingga 10 ton perhektarnya. Namun akibat cuaca sedang tidak bersahabat seperti sekarang ini, dalam satu hektarnya hanya mampu menghasilkan 2 hingga 5 ton saja. Bisa dibayangkan akibat cuaca tak menentu dan sering hujan ini, produksi blimbing madu menurun antara 50 hingga 80 persen.
Hal ini dikeluhkan oleh para petani buah blimbing madu di Desa Tasikmadu ini, akibat cuaca yang tidak menentu dan sering terjadi hujan, karena buah blimbing sangat cocok di cuaca panas. Namun akibat cuaca sering hujan, berpengaruh kepada mutu dan kualitas buah blimbing madu ini. Jika cuaca normal, buah blimbing ukuranya besar dan bentuknya sempurna, maka blimbing madu yang rasanya manis ini, akan laku Rp. 13.000 per-Kg dengan ukuran besar dan sempurna atau kelas A.
Namun saat cuaca tak menentu seperti sekarang ini, buah blimbing madu yang dihasilkan, bentuknya tidak bisa sempurna dan kecil. Bahkan seringkali didapati bentuknya rusak. Jika bentuk buah kecil dan bermutu jelek, maka buah blimbing hanya laku sekitar Rp. 11.000 hingga Rp. 12.000 per-Kg, untuk kelas B dan kelas C.
Maka bisa dihitung kerugian yang diderita para petani blimbing madu di Desa Tasikmadu ini. Jika per-hektarnya para petani biasanya bisa menghasilkan 10 ton, atau hasil penjualan sekitar Rp. 130 juta, maka untuk saat ini petani mengaku mengalami kerugian antara Rp. 65 juta rupiah hingga Rp. 100 juta, karena hasil panen menurun drastis antara 50 persen hingga 80 persen per-hektarnya.
Selain akibat anomali cuaca, buah blimbing madu ini juga diserang hama ulat buah dan jamur daun, hingga membuat bentuk buah blimbing menjadi tidak sempurna dan berbentuk kecil kecil. Buah blimbing yang terserang hama juga sering busuk saat di pohon, sehingga tidak bias sampai matang. Meski sudah diantisipasi oleh para petani dengan membungkus buah blimbing sejak usia 2 minggu hingga masa panen. Dan memberi perangkap lalat buah, yang biasanya bertelur dipermukaan buah blimbing hingga menjadi ulat dan memakan daging buah blimbing.
“tujuannya hanya untuk memandulkan saja. Sehingga memperkecil pembiakan hama buah. kita menjaga kesegaran dari buah itu, jangan samapai buahnya banyak obat, “ katanya.
Para petani mengaku hingga saat ini belum menemukan cara untuk mengantisipasi, agar buah blimbingnya tahan terhadap anomali cuaca, sehingga tidak mempengaruhi produksi buah blimbing madu ini dan produksinya kembali normal seperti saat cuaca juga sedang normal.
Jika bentuknya besar dan sempurna, blimbing madu ini biasanya dikirim ke supermarket-supermarket besar di Surabaya. Sedangkan untuk kelas biasa (bentuk kecil dan kurang sempurna) dijual dengan hrga Rp. 11 ribu per-Kg. adapun untuk yang afkir (bentuk kurang bagus dan tidak sempurna) dijual hanya Rp.10 ribu per-Kg. “untuk kelas sedang ke bawah kita jual di pasar tradisional. Permintaan sampai Gresik, Sidoarjo, Surabaya, terkadang juga Rembang,“ ujarnya. (han)