TUBAN
seputartuban.com-Ada fakta mencemaskan di tengah semangat pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa yang akan mulai dilakukan di Kabupaten Tuban tahun 2015 ini.
Temuan Komisi A DPRD Tuban, masih banyak desa di kabupaten yag saat ini dipimpin duet Bupati Fathul Huda dan Wakil Bupati Noor Nahar Husein belum bisa menyusun anggaran penerimaan dan belanja desa (APB-Des) maupun peraturan desa (perdes).
Ketua Komisi A DPRD Tuban, Agung Supriyanto, menjelaskan dari serangkaian hasil kunjungan kerja yang dilakukannya di tiap-tiap kecamatan terbukti masih banyak pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa (BPD) yang tidak mampu menyusun APB-Des maupun perdes. Hal itu menunjukkan fakta minimnya pembinaan yang dilakukan Pemkab Tuban kepada pemerintah desa.
“Untuk menghadapi pelaksaan undang-undang desa yang baru kemarin kita turun di beberapa kecamatan. Banyak pemerintah desa maupun BPD mengeluhkan kurangnya pembinaan atau sosialisasi dari Pemkab Tuban terkait pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 maupun penyusunan APB-Des,” tutur Agung, Sabtu (03/01/2015) sore.
Menurut dia, seharusnya Pemkab Tuban harus bisa secara maksimal menjalankan fungsinya. Mengingat di tahun 2015 ini, tugas dan tanggungjawab pemerintah desa sangat berat dengan diberlakukannya undang-undang desa.
“Berdasarkan amanat undang-undang yang baru ini, desa diberikan kewenangan dan keuangan untuk mengembangkan wilayahnya masing-masing,” tandas Agung.
Padahal untuk memaksimalkan kewenangan tersebut membutuhkan kesiapan baik itu mental maupun sumber daya masnusia (SDM) yang ada di masing-masing desa. Jika hal itu diabaikan maka pelaksanaan undang-undang desa hanya akan menimbulkan permasalahan di tingkat bawah.
Salah satunya, diprfediksi akan banyak kepala desa yang harus berurusan dengan hukum, karena kurang siapnya menjalankan peraturan baru tersebut.
“Saya melihat mental ketergantungan pemerintah desa masih sangat kuat, dan itu sebenarnya yang harus diubah. Saat ini beban desa semakin berat, sebab selain diberikan bantuan keuangan mereka juga diberikan kewenangan untuk mengelolanya,” terang Agung.
Kondisi selama ini, sambung dia, pemerintah desa tidak diberikan pembinaan atau pendampingan dalam pengelolaan keuangan, penyusunan APB-Des maupun perdes. Terbukti dengan diberikannya kewenangan dan bantuan keuangan maka banyak desa yang kebingungan dalam pengalokasian dana tersebut dan penyusunan regulasinya.
Hal ini yang menjadi permasalahan yang mendasar sehingga perlu adanya peran pemerintah daerah. Selain sebagai pengawas juga mempunyai tanggungjawab sebagai Pembina.
“Kalau pemerintah daerah tidak sungguh-sungguh melakukan pengawasan dan pembinaan sebagai mana diamanatkan di dalam undang-undang desa, maka pemerintahan desa yang akan menjadi korban dari kebijakan yang sudah ada tersebut. Ini harus kita pikirkan bersama untuk kemajuan desa dan daerah kita,” ungkap Agung.
Disebutkan, saat ini pemerintah daerah harus mengambil langkah-langkah yang konkrit supaya pelaksanaan undang-undang desa dan otonomi desa bisa berjalan maksimal dan tidak menimbulkan masalah baru.
“Selain itu, pemerintah desa juga harus meningkatkan koordinasinya. Baik dengan instansi terkait maupun dengan para tokoh-tokoh masyarakat yang berkompeten,” katanya. MUHLISHIN
kades harus di diklat agar faham. jgn sampai diterapkan UU dan dapat anggaran diselewengkan. Pasti masuk penjara> makannyaKades hrs dididik jujur, pintarb gunakan anggaran tg bermanfaat scr nyata bagi rakyatnya dan penggunaan anggaran hrs terbuka/transparan dapat diketahui masyarakat
untuk lebih jelasnya, ikuti perkembangan tentang tata kelola Desa di Kementerian yang membidangi itu : http://www.kemendesa.go.id
perlu adanya pengawasan dan perekrutan tenaga ahli disetiap desa agar memudahkan pemerintah, jika hanya mengandalkan para kepala desa yang sya percaya… nantinya yang kerepotan adalah pemerintah sendri…….!