Wasit Balap Merpati Tak Perlu Sertifikat

Tak dipungkiri menjadi wasit balap merpati menuntut keahlian khusus. Bukan pekerjaan mudah memang. Tapi menariknya, untuk menjadi wasit balap burung dara ternyata tak butuh sertifikat seperti pengadil lapangan (wasit sepakbola) misalnya. Berikut kisah Suhartono, lelaki 39 warga Desa Beji, Kecamatan Jenu, yang sudah melakoni menjadi wasit balap merpati sejak 10 tahun lalu.

SUHARTONO: Keahliannya untuk menjadi wasit dimulainya sejak dia sering ikut kompetisi balap merpati.
SUHARTONO: Keahliannya untuk menjadi wasit dimulainya sejak dia sering ikut kompetisi balap merpati.

seputartuban.com-Saat ditemui di sebuah perlombaan, Jumat (30/05/2014), Suhartono menceritakan bahwa wasit balap burung tidak ada sekolahnya. Akan tetapi, sangat membutuhkan keahlian khusus. Sehingga tingkat kejelian, akurat dan kejujurannya bisa diwujudkan setiap perlombaan. “Kalau menjadi wasit itu tidak ada tempat khusus untuk belajar. Saya mengutamakan insting saja, buktinya bisa, ” katanya.

Semula, keahliannya untuk menjadi wasit dimulainya sejak dia sering ikut kompetisi balap merpati. Saat itu Suhartono masih menjadi peserta balap merpati. Dengan melihat cara seorang wasit penjurian balap, bapak tiga anak itu mulai mencari cara menjadi wasit. Pengalaman dalam setiap even menjadi pembelajaran penting untuk menempanya menjadi wasit balap merpati.

Selain itu, proses itu lebih banyak diasah dari belajar sendiri. Tidak ada guru khusus, hanya keinginan tinggi untuk mau belajar dan terus mengasah keahlian. Untuk meningkatkan keahliannya tidak tanggung-tanggung. Setiap ada event baik dalam kabupaten atau diluar selalu didatanginya. Hal ini bisa dibuat refrensi serta pembelajaran khusus untuk meningkatkan keahliannya.

Profesi yang tidak jarang dimiliki orang ini sengaja digelutinya. Banyak alasan. Salah satunya, tidak ada jaminan gaji atau besarnya upah yang ditentukan. Mengaku, hobi dan hanya sedikit orang mau menjadi wasit dalam lomba balap burung. “Tidak ada gaji pasti, atau payung dari instansi. Tidak ada sertifikat yang jelas, atau apapun. Murni ini saya lakukan karena hobi,” Ucapnya.

Awalnya, sekitar 10 tahun lalu, dirinya berkesempatan menjadi wasit balap merpati dalam event desa. Inilah langkah awal mulai dirinya mempraktekkan keahliannya dalam menentukan siapa pemenang merpati dalam balapan. Satu-satu persatu perlombaan dilaluinya hingga menempa kejelian dn keahliannya dalam untuk mengetahui siapa merpati tercepat hinggap di joki balap.

Menurut Suhartono, kesulitannya berada pada cara menentukan secara cepat siapa pemenang merpati. Alasannya, inilah bukti bahwa wasit itu baik dan benar-benar valid. Setiap acara juri balap, tidak banyak pundi yang didapatnya. Untuk event skala kabupaten, sekitar Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu. Sedangkan untuk acara setingkat provinsi memperoleh Rp 500 ribu.
“Kalau lomba nasional saya hanya membantu. Kalau juri utama belum pernah, masih belum memiliki nama,” kata Suhartono.

Terkait sampai kapan profesi ini akan dilakukan dirinya tidak menjelaskan secara pasti. Hanya saja, akan tetap dilakukan sampai mampu mejadi wasit baik. Keluh kesah cukup bneragam. Tidak ada tanda jasa yang dimiliknya meskipun sudah banyak dan lama dilakoninya, adalah salah satunya. Namun itu tidak membuatnya patah arang.

“Selama bisa dan kuat terus saja, Mas. Kalau bisa perlombaan ini bisa diperhatikan, sehingga wasitnya bisa legal atau bersertifikat,” tandas Suhartono. HANAFI

Print Friendly, PDF & Email