Semangat Mengayuh Becak ke Pusara Sunan Bonang

Ramadhan, momen sarat keberkahan dan keutamaan, sudah di depan mata. Jelang datangnya   ibadah wajib sebagai implemntasi rukun Islam kedua ini, setiap inci kehidupan yang semula sulit seolah menjadi lebih mudah. Banyak peluang berserakan yang membuat hari-hari tak lagi dijauhi rezeki.

TERUS MENGGELIAT: Jelang ramadhan menjadi berkah tersendiri bagi para tukang becak di kawasan wisata religi Sunan Bonang.
TERUS MENGGELIAT: Jelang ramadhan menjadi berkah tersendiri bagi para tukang becak di kawasan wisata religi Sunan Bonang.

seputartuban.com- Kawasan wisata religi Sunan Bonang di Kota Tuban pun, seperti ladang yang siap dipanen oleh para tukang becak yang biasa memungut kehidupan di seputar pusara ikon Wali Songo tersebut.

Ya, jelang bulan puasa merupakan musim panen bagi para pengayuh becak
yang mengais rupiah di parkir wisata Sunan Bonang. Menyemutnya peziarah yang terus berdatangan dari berbagai kota ini, membuat jasa ojek kendaraan roda tiga itu pun laris manis.

Alhasil, sejalan dengan ramainya peziarah  membuat para tukang becak yang tergabung dalam paguyuban wisata religi Snan Bonang, selalu pulang ke rumah dengan wajah berbinar. Situasi ini seperti mengajarkan selalu pulang membawa uang. Beda dengan hari-hari yang jauh dari datangnya ramadhan. Acapkali mereka pulang tanpa membawa uang. Padahal setiap berangkat meninggalkan rumah, uang selalu menjadi bekal wajib.

Makin dekatnya ramadhan seperti sekarang ini, dalam seharinya tidak kurang dari 400 tukang becak yang rela antri untuk memperoleh penumpang. Antrian mengular disepanjang sisi timur parkir wisata Sunan Bonang. Tarif Rp  6 ribu, seperti yang terpampang di plang besar, untuk sekali jalan  menuju makam, mengalir dengan deras. Sebab, hanya dalam kurun waktu tak lebih dari lima menit, antrian becak terus merambat dan menjadi pendek.

Meski masih ada saja peziarah yang “tega” menawar tarif yang sudah dipatok itu tetap tak menyurutkans emangat mereka. Padahal sejatinya tarif Rp 6 ribu tersebut, tidaklah sepadan dengan peluh yang mengucur dari tubuh para pengayuh becak yang dihias dengan berbagai lukisan, dan bahkan dipasang sound system kecil untuk memutar lagu-lagu dangdut dan religi.

Salah seorang tukang becak, Suryani, mengatakan becak yang dipancal bukan miliknya sendiri.
Dia bekerja dengan sistem setoran. Untuk sehari dia cukup setor Rp 3 ribu kepada pemilik becak.

“Kalau pas lagi sepi cuma setor Rp 2 ribu. Ini sudah kesepakatan,” kata lelaki empat anak asal Semanding ini.

Menurut dia, saat jelang bulan puasa seperti sekarang Suryani bisa memperoleh Rp200-250 ribu. Dalam sehari dia bisa menaikkan sedikitnya 100 penumpang atau 35 kali antar. “ “Nanti kalau sudah masuk bulan puasa libur, karena tidak ada peziarah,“ terang Suryani Lasmiyanto, penarik becak asal Palang .

Apabila tak ada satupun penumpang yang menaiki becak rentalnya, atau sepi peziarah, tak jarang harus “Ngetem” di area pasar Tuban. Untuk mengusir kejenuhan sambil menunggu langganan, disempatkannya berkumpul bersama teman sejawat.

Pada sisi lain, ketua paguyuban wisata Sunan Bonang Tuban, Teguh S, mengatakan ada sekitar 250 anggota tukang becak yang terdaftar menjadi anggota tetap. Terbentuknya paguyuban ini bertujuan untuk memudahkan koordinasi antar anggota.

Termasuk aturan antri agar tidak main selonong boy. Mereka juga dikenakan iuran anggota, yang pada ujungnya juga akan dikembalikan lagi kepada mereka, untuk solidaritas sosial dan keperluan lain para tukang becak itu sendiri.  HANAFI

Print Friendly, PDF & Email