PMK Tuban Makin Menggila, Pemkab Lamban Menangani

seputartuban.com, KENDURUAN – Sebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Tuban makin meresahkan. Hampir disemua wilayah kecamatan penyakit ini menular ke ternak masyarakat. Namun penanganan dari Pemkab Tuban dinilai lamban. Karena para peternak secara mandiri mengobati sapinya kepada petugas hewan dengan biaya mandiri di sejumlah kecamatan.

Sepeti halnya dikeluhkan warga Desa Jlodro, Kecamatan Kenduruan, Kabupaten Tuban.  Kepala Desa (Kades) Jlodro, Suroso mengatakan bahwa pihaknya selama beberapa hari terakhir ini, sering diwaduli warganya.

“Dari dinas, kami (seluruh kades di Kecamatan Kenduruan) saat dikantor kecamatan hanya diberi sosialisasi dan diminta meneruskan kepada warga. Kalau tindakan medis untuk ternak sampai hari ini belum ada. Warga sudah berupaya minta pertolongan sama dokter hewan tapi tidak ada yang datang. Karena petungasnya kewalahan, Disini hanya ada 1 dokter hewan sedangkan wilayah tugasnya mencakup dua kecamatan,” tegasnya.

Menurut dia, masyarakat menyebut bahwa Pemkab terkesan setengah hati dalam mengani wabah yang yang menyebar di 20 kecamatan. Mengingat sampai belum ada tindakan serius. Diantara upaya memberikan suntikan antibiotik untuk ternak sebagai antisipasi agar tidak mudah terserang penyakit. Maupun pemberian vaksin pada hewan sebagai upaya memutus mata rantai penyebarannya. Serta masih terbatasnya jumlah tenaga kesehatan maupun relawan kesehatan dibidang peternakan. Padahal keberadaan hewan ternak sebagian besar di kawasan desa, kadangkala jangkauannya terpencil.

Selain penanganan medis yang lambat, akibat pasar hewan ditutup, juga menyebabkan dampak kerugian ekonomi yang tidak sedikit bagi para pelaku pasar. Para pedagang pasar juga klimpungan akibat tidak dapat jualan selama beberapa pekan. Juga dikhawatirkan berdampak pada harga ternak saat musim kurban sebentar lagi yang jatuh serta tidak dapat kirim ternaknya keluar kota.

Hal ini juga dinilai belum ada tindakan dari pihak terkait untuk menangani. “Ya pedagang ndak bisa apa-apa. Juga tidak pernah dikumpulkan, apa dibantu atau bagaimana solusi ekonomi kita (pedagang). Biasannya ada yang kirim ke Jakarta ini kayaknya tidak bisa. Padahal sudah beli sapi banyak,” keluh salah satu pedagang asal Kecamatan Montong, Yanto.

Menanggapi kondisi ini, Kabid Kesehatan Hewan, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Tuban, Pipin Diah Larasati mengatakan bahwa berdasarkan kabar yang diperoleh, pemerintah saat ini sedang memprioritaskan penggunaan  jatah antibiotik maupun vaksin. Untuk daerah terdampak wabah terparah, terutama untuk sapi perah dan sapi pembibitan.

Terkait anggaran, dinas juga baru mengajukan ke tim penyusun anggaran. Padahal kasus sudah meresahkan masyarakat, akibat ternaknya diserang PMK. “Kami belum mendapat jatah (antibiotik dan vaksin), tapi segala persiapanya sudah kita lakukan. Kalau untuk anggaranya kita sudah mengajukan ke tim penyusun anggaran daerah kabupaten. Di Tuban 50 Persen kasusnya tertinggi terjadinya pada Pedet (sapi remaja). Sedangkan untuk sapi dewasa rata-rata kasusnya hanya sampai 5 persen,” tegasnya.

Ia tidak memungkiri bahwa pihaknya memang banyak mendapat laporan. Sedangkan upaya yang sudah dilakukan dinas diantaranya adalah sinergi melibatkan pihak kepolisian, kodim, dan camat untuk mensosialisasikan pembatasan lalulintas hewan ternak. ARIF AHMAD AKBAR

Print Friendly, PDF & Email