Pesanggem Tolak Penutupan Lahan Pertanian Perhutani Tuban

KEREK

KALAH HIJAU : Kondisi lahan hutan Perhutani KPH Tuban ini nampak terdapat tanaman jagung pesanggem yang sangat subur
KALAH HIJAU : Kondisi lahan hutan Perhutani KPH Tuban ini nampak terdapat tanaman jagung pesanggem yang sangat subur

seputartuban.com – Rencana penutupan lahan Perhutani Tuban yang digunakan bertani mendapat reaksi penolakan dari para petani hutan (pesanggem). Dengan sejumlah alasan, diantaranya karena faktor ekonomi.

Menurut RM (47), salah satu pesanggem yang menggarap lahan wilayah barat di kawasan Kecamatan Kerek mengungkapkan dia tidak memiliki lahan bertani pribadi. Satu-satunya lahan pertanian yang ia garap selama ini dilahan Perhutani sudah bertahun-tahun.

Sehingga jika benar-benar ditutup, dia akan kehilangan mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya. “Kalau benar-benar mau ditutup kita harus makan apa,” keluh Rohmat saat wawancarai, Selasa (03/02/2015).

Dia mengaku tetap siap mengeluarkan biaya sewa lahan yang selama ini telah dikeluarkanya. Untuk lahan setengah hektar yang ia garap, harus membayar hingga Rp. 2 juta. “Saya tidak cuma-cuma menggarap lahan itu, tetapi saya membayar Rp. 2 juta dan setiap tahunnya saya dimintai uang Rp. 200 ribu yang katanya pajak tahunan,” sambungnya.

Hal serupa disampaikan oleh SJ (56), dia berharap Pemkab Tuban membantu masyarakat yang tidak memiliki lahan bertani pribadi. Karena jika dibiarkan dapat mengakibatkan perekonomian keluarganya terpuruk. “Kalau bisa ya jangan ditutup, kita tidak cuma memakai secara cuma-cuma, tetapi saya membayar,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Gabungan Kelompok Tani Desa Gaji, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Harun mengatakan bila sampai perhutani menutup lahan yang garap pesanggem, maka banyak warganya yang kehilangan mata pencaharian. Sebab mereka rata-rata tidak memiliki lahan garapan pribadi. Selain itu mereka juga tidak memiliki keahlian lain selain bertani. “Warga kami sangat banyak yang menggarap lahan milik perhutani, luasannya ada kurang lebih 100 hektar. Mereka tidak memiliki lahan lain,” jelasnya.

Kepala Desa Gaji, Subroto juga menyarankan penutupan lahan Perhutani ini dapat dipertimbangkan lagi, karena akan membawa dampak besar. Perhutani dan Pemkab Tuban. Kondisi lain diwilayah Kerek juga lahan warga sudah banyak yang dibeli perusahaan. Sehingga mereka tidak lagi punya cukup lahan untuk bercocok tanam. “Perhutani harus mempertimbangkan rencana penutupan lahan itu, sebab akan menimbulkan masalah baru,” ungkap Kades.

Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Perhutani KPH Tuban, Sueb, menjelaskan dalam kesepakatan  dengan pesanggem disebutkan warga diizinkan memanfaatkan lahan di bawah tegakan milik Perhutani untuk pertanian dengan syarat.

Yakni, setiap pesanggem punya kewajiban menjaga serta memelihara semua tanaman milik Perhutani, baik itu pepohonan kayu hutan konvensional maupun tanaman baru hasil program reboisasi dan lainnya yang dilakukan Perhutani.

“Tapi fakta di lapangan dari serangkaian proses penghijaun yang kami lakukan pada tiap tahunnya ternyata belum menunjukkan hasil yang signifikan. Bahkan tanaman yang kami tanam itu terkesan ada unsur kesengajaan oleh masyarakat agar tanaman kami tidak tumbuh,” tutur Sueb kepada seputartuban.com, Rabu (28/01/2015) siang.

Menurut dia, sejatinya kontradiktif dengan aspek sosial yang menegaskan masyarakat adalah mitra dan garda depan Perhutani untuk mengemebalikan hutan yang hilang. Hanya sayangnya, sambung Sueb, komitmen tersebut tidak disambut dengan baik oleh masyarakat. Pesanggem dituding belum memberi dampak positif karena lebih memprioritaskan tanamannya sendiri daripada tanaman milik Perhutani.

“Intinya penutupan lahan tersebut dikarenakan kurangnya kepedulian masyarakat pengguna lahan terhadap tanaman milik Perhutani,” tegas Sueb. MUHLISHIN