Menjaga Tradisi dan Keharmonisan, Siratan Air Lanjar Maibit Tetap Terjaga

Penulis : Edy Purnomo

RENGEL

seputartuban.com – Dengan harapan rasa memiliki dan toleransi selalu tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, setiap hari Rabu Legi (jawa) usai panen. Masyarakat yang ada di Desa Maibit, Kec. Rengel, Kab. Tuban selalu melakukan tradisi siratan. Dengan harapan rasa guyub dan berbagi selalu tertanam dikeseharian mereka dalam bermasyarakat.

Pada Rabu (02/05/2012) lalu, Ritual diawali pagi hari dengan menyembelih ternak sapi yang berukuran cukup besar. Setelah itu masyarakatpun mulai datang untuk memberi sumbangan berupa makanan dan jajanan tradisional yang langsung memenuhi sendang maibit.

Kemudian makanan ini akan dibagikan kepada para tamu yang datang dari luar desa. Selain untuk ditukar kepada sesama tetangga yang hadir. Selanjutnya masyarakat yang hadir disuguhi oleh pementasan wayang kulit.

Sembari menikmati pementasan wayang kulit, terlihat beberapa masyarakat yang hadir mengusapkan wajah dengan air yang dulunya dipercaya sebagai pemandian Sri Pangenti atau yang biasa disebut Lanjar Maibit.

Kemudian menuju ritual puncak yaitu siratan. Diawali dengan meletakkan tumpeng yang berisi makanan berupa nasi, ayam panggang, daging sapi, bumbu-bumbu dan beberapa wewangian kedalam sebuah tampah (wadah yang terbuat dari anyaman bambu).  Setelah itu tampah makanan diletakkan kedalam pinggir sendang. Dan perangkat desa mulai mengucapkan do’a.

Selesai berdo’a para pamong (perangkat desa) mengangkat tampah yang berisi makanan itu ketempat aliran air dari sumber mata air Maibit. Disana mereka sudah ditunggu oleh ratusan masyarakat desa yang sudah siap dan berjejer sepanjang aliran sendang maibit itu.

Sesampainya dilokasi sumber air, tumpeng kembali didoakan, selesai berdoa para pamong desa kemudian melemparkan tumpeng dan air sendang kepada masyarakat yang hadir kesegala penjuru arah. sehingga secara otomatis masyarakat yang hadir pun turut terkena percikan dari air sendang maibit.

Lanjar sendiri adalah seorang janda yang belum pernah disetubuhi oleh suaminya. dan Maibit berarti tempat persinggahan dan persembunyian. Maka saat hidup Sri Pangenti sering disebut juga dengan Lanjar Maibit.

Karena saat itu dia sedang mencari suaminya yang belum sempat menyetubuhinya. Namun karena kecantikan paras dan kehalusan pekertinya dia menjadi rebutan banyak lelaki. Dari pejabat hingga rakyat jelata. Untuk itu Sri Pangenti memilih singgah dan sembunyi (maibit) disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan sebutan sendang Maibit.

Saat ditanya tentang maksud dan tujuanya, Rasiyem (50), warga setempat mengatakan bahwa, dia mempunyai harapan Tuhan memberikan obat kepada cucunya melalui air yang berasal dari sendang ini. Selain itu Rasiyem juga percaya semasa hidup Sri Pangenti adalah orang yang lurus dan baik. Sehingga yang maha kuasa-pun akan memberi berkah kepada orang yang menghormatinya. “semoga jadi perantara do’a,” ujar Rasiyem.

Menurut Kepala Desa Maibit, Riyadi, mengatakan budaya siratan ini sebagai simbol bahwa berkah berupa air yang jernih dan melimpah dari sendang maibit ini haruslah dibagi kepada masyarakat luas. Selain itu dengan menyiratkan kesegala penjuru arah oleh para pamong desa adalah tanda pamong desa lah yang menjadi orang terdepan dalam upaya pembagian berkah atau rejeki ini.  Sehingga kekayaan alam yang berlimpah ini bisa dinikmati bersama-sama. “kami berharap tradisi ini selalu ada,” ujar Riyadi

Lebih lanjut Riyadi menyatakan bahwa nilai-nilai ini akan berusaha terus dijaga oleh masyarakat desa Maibit. Selain sebagai wujud penghormatan kepada sejarah dan para leluhur. Juga upaya pembelajaran masyarakat untuk terus melestarikan tradisi yang sudah ada.

Karena tradisi ini ternyata juga sebuah cara untuk merekatkan tali persaudaraan, rasa memiliki, gotong royong, dan rasa untuk saling asah, asih dan asuh terhadap sesama.

Foto : Masyarakat yang ada di Desa Maibit, Kecamatan  Rengel, Tuban saat melakukan siratan Lanjar Maibit

Print Friendly, PDF & Email

1 komentar

Komentar ditutup.