seputatuban.com, TUBAN – Menikah usia dini di Kabupaten Tuban bisa dibilang cukup banyak. Itu terlihat dengan data jumlah dispensasi nikah yang menempati urutan papan atas di antara perkara pernikahan di Tuban. Baik yang tercatat di Pengadilan Agama maupun Kementerian Agama.
Rerata menikah dengan usia di bawah ambang batas usia minimal perkawinan perempuan sesuai perundang-undangan yang berlaku, yakni minimal telah berusia 16 tahun.
Dosen Fakultas Kesehatan dan Keperawatan Institut Sain Teknologi dan Kesehatan Insan Cendikia Husada (ISTeK ISCada) Bojonegoro Ns. Errix Kristian J, S.Kep, M.Kes. mengungkap sejumlah dampak pernikahan dini.
“Beberapa kemungkinan risiko yang akan terjadi pada bayi diantaranya seperti keguguran, anak lahir prematur, stunting, serta kelainan pada bayi akibat kurangnya asupan gizi yang dibutuhkan untuk perkembangan janin. Sedangkan kemungkinan terburuk, ibu bisa saja terkena kangker serviks atau kangker rahim,” terangnya.
Secara rinci, dosen asal Desa Prambon Tergayang Soko Kabupaten Tuban menjelas risiko keguguran itu disebabkan oorgan reproduksi yang belum sepenuhya siap untuk menghadapi masa kehamilan. Kemudian terjadinya kelainan pada bayi, menurut dia, salah satu risiko dari kehamilan usia muda adalah terjadinya kelainan pertumbuhan janin. Penyebabnya akibat kurangnya asupan gizi yang dibutuhkan bayi selama berada didalam kandungan. Tentunya hal ini berpotensi bayi lahir dengan berat badan rendah.
Kehamilan di usia dini, lanju dia, juga dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur. Bayi yang belum siap untuk dilahirkan tersebut rentan mengidap berbagai gangguan seperti gangguan pada sistem pernafasan, gangguan pencernaan, serta gangguan penglihatan.
Disisi ibu yang mengandungnya berpotensi mengalami anemia, kondisi tersebut dapat membuat perkembangan janin menjadi terganggu. Akibatnya, janin tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, hal itu dapat menyebabkan bayi kemungkinan mengalami kondisi gagal tumbuh atau stunting.
Problem kekurangan darah ini menurutnya bisa menyebabkan terganggunya metabolisme, mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi pada semester akhir usia kehamilan. Dampak terburuknya hmenyebabkan mengalami kejang – kejang, perdarahan serius saat melahirkan, eklampsia (pingsan, tidak sadarkan diri, koma), serta berisiko besar terkena kangker serviks atau kangker rahim. “Gejala seperti ini umumnya belum terdeteksi pada saat awal kehamilan, biasanya baru muncul pada semester akhir menjelang persalinan,” jelasnya.
Saat ini, lanjut dia, untuk mecegah agar angka pernikahan dini tersebut tidak lagi meningkat, pihaknya sering mengajak mahasiswanya untuk melakukan penyuluhan serta sosialisasi disejumlah wilayah Tuban bagian selatan, hal itu sebagai upaya melakukan pencegahan agar tingginya pernikahan dini dapat menurun. Ia menambahkan, sedangkan bagi yang sudah terlanjur menikah diusia muda, pihaknya menyarankan agar baiknya pihak perempuan secara rutin memeriksakan kondisi kesehatan reproduksi, serta berkonsultasi dengan dokter yang membidangi pada layanan kesehatan terdekat.
“Secara umum, bimbingan konselingnya pasti sudah disampaikan oleh petugas KUA pada saat Pra Nikah, sedangkan berkaitan dampaknya bagi kesehatan, jika berkaitan gizi bisaberkonsultasi dengan ahli gizi, jika berkaitan dengan organ reproduksi bisa berkonsultasi dengan petugas yang membidangi pada layanan kesehatan terdekat,” pungkasnya. ARIF AHMAD AKBAR/ami.