Gegara Ini Didik Mukrianto Semprot Pemda, Perhutani Hingga Polisi

Seorang Kakek Yang Terancam Penjara Gegara Sebatang Kayu

seputartuban.com, TUBAN – Anggota Komisi III DPR RI dari Dapil IX (Tuban-Bojonegoro), Didik Mukrianto angkat bicara soal kasus yang menimpa Somosu (69), warga Desa Waleran, Kecamatan Grabagan, Kabupaten Tuban. Dia terancam dibui karena dilaporkan petugas Perhutani. Karena diduga mencuri kayu jati.
Dari kasus ini menurut legislator muda yang juga doktor hukum jebolan Universitas Indonesia ini dapat disimpulkan sejumlah hal. Tidak hanya perkara hukum, namun dari kinerja perhutani hingga peran pemerintah daerah dalam mensejahterakan masyarakatnya.
Gegara sebatang kayu jati yang akan dipakai sendiri, seorang kakek yang sudah senja usianya harus berhadapan dengan hukum.

“Sungguh memilukan dan menyedihkan mendengar masyarakat kecil dan miskin menjadi korban dari rendahnya solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Somosu adalah protret kecil dari tantangan pemerintah daerah yang belum bisa melindungi dan mensejahterakan rakyatnya,” tegasnya.

Didik Muktianto yang juga Ketua Umum Pusat Karang Taruna Nasional ini menerangkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Somosu harus berhadapan dengan hukum. Ini bukti yang tidak dapat dibantah. Kemana program pemerintah untuk kesejahteraan rakyatnya ?.

“Inilah potret anomali haegemoni Investasi yang sedemikian besarnya di Tuban. Sementara untuk makan saja Somosu harus menghadapi jeruji besi karena urusan satu batang kayu jati. Kemana hadirnya pemerintah daerah beserta kebijakannya selama ini? Kemana berpihaknya uang rakyat atau APBD selama ini?,” tanyanya.

Didik menegaskan fakta yang tidak terbantahkan bahwa Kabupaten Tuban masuk rangking ke 5 terbesar kemiskinannya di Jawa Timur. Sedangkan Tuban memiliki potensi kewilayahan yang beragam dan melimpah serta memiliki sejumlah perusahaan multinasional.
“Dengan data BPS tahun 2020 yang menyatakan bahwa Tuban masuk dalam 5 besar termiskin di Jawa Timur, mengafirmasi bahwa ada kebijakan yang harus dibenahi. Ada kepekaan pemerintah daerah dan pejabatnya yang harus diperbaiki,” tegasnya.

Kejadian ini juga harus menjadi pelajaran bagi pejabat perhutani. Berhadapan dengan masyarakat sekitar hutan tidak dengan bahasa hukum saja. Politisi partai Demokrat itu menanyakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) selama ini dikemanakan ?, ada hasil dan dampaknya ke masyarakat apa tidak ?. Padahal usaha perhutani sangat bersinggungan dengan masyarakat langsung.

“Potret ini juga harus menjadi renungan para pejabat Perhutani. Karena 1 batang Jati apakah harus memenjarakan rakyat miskin yang butuh makan?. Tidakkah Perhutani sebagai korporasi yang selama ini mengambil keuntungan komersial dari Tuban juga tidak punya Social Responsbility terhadap masyarakat Tuban khususnya rakyat miskin?. Apakah pendekatannya hanya dengan cara pemenjaraan ?. Sudahkan pembinaan dan pendampingan Perhutani terhadap masyarakat sekitarnya juga diperlakukan secara adil ?. Sulit diterima akal sehat jika 1 batang kayu harus memenjarakan orang. Sementara Perhutani harusnya mampu mengambil tanggung jawab secara institusional dan CSR-nya?,” ungkapnya.

Jika ada persoalan hukum dapat ditempuh jalur restorative justice. Apalagi kasusnya dapat dikategorikan masih kecil. Dibanding dengan pelanggaran lainnya yang lebih besar. “Demikian juga kepolisian sebagai aparat penegak hukum, sesuai dengan transformasi Polisi yang Presisi harus mampu memainkan perannya dalam menghadirkan restorative justice. Termasuk terhadap masyarakat miskin dan kurang mampu,” tegasnya.

Legislator mantan aktivis yang saat ini juga sebagai Plt Ketua DPC Partai Demokrasi Tuban itu menambahkan jika masyarakat miskin harus diberikan perlindungan dan keadilan oleh Pemerintah Daerah, Perhutani sebagai BUMN maupun kepolisian.

“Kemana lagi rakyat yang susah dan miskin berharap mendapatkan perlindungan dan keadilan ?. Idealnya Pemerintah Daerah, Perhutani sebagai Institusi BUMN dan Kepolisian hadir untuk melindungi, memberikan pengayoman, perlindungan dan keadilan kepada masyarakat kecil. Kalau semua urusan hanya diselesaikan dalam konteks pemenjaraan, kemana lagi solidaritas sosial dan kesetiakawanan sosial para pejabat dan para penikmat uang rakyat?. Mestinya utamakan rakyat, bantu kesulitan masyarakat,” keluhnya.

Didik yang usai mendatangi rumah Somosu dan memberikan bantuan paket sembako itu berharap kepada Perhutani agar memperbaiki diri dalam bekerjanya. “Saya berharap Perhutani Tuban tidak menjadi mesin yang memproduksi warga binaan di Lapas. Karena pendekatan pemenjaraan termasuk kepada rakyat miskin yang hanya sekedar untuk makan. Saya berharap Perhutani Tuban mengambil tanggung jawab besar dalam memenuhi Social Responsbilitynya,” harapnya.

Diharapkan Perhutani, Pemda Tuban dan kepolisian masih memiliki hati nurani dalam persoalan ini dan serupa lainnya. “Kita semua berharap agar Pemerintah Daerah, Perhutani dan Kepolisian punya hati dan nurani untuk melindungi rakyat miskin dari jeritan hidupnya dan kemiskinannya. Dengan memenjarakan mereka bisa berpotensi lebih memperdalam kemiskinan mereka. Bahkan lebih jauh lagi bisa berpotensi menjadikan keluarga mereka kelaparan. Setega itukah wahai aparat pemerintah, pejabat Perhutani Tuban dan Kepolisian? Biarlah nurani mereka yang bicara,” pungkasnya. NAL

Update : Perhutani Cabut Laporan, Kakek Somosu Akhirnya Bebas

Print Friendly, PDF & Email