FITRA Jatim, Dana APBD Dikuras Untuk Belanja Pegawai

Penulis : Muhaimin

seputartuban.com – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tuban lebih dai separuhnya habis untuk belanja pegawai. Bahkan Dana Alokasi Umum (DAU) Dari pemerintah pusat tidak mencukupi dalam membiayai gaji pegawai.

Hal ini disampaikan Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jatim, Dahlan, melalui releasnya menegaskan bahwa Pemkab Tuban pendapatan Kabupaten Tuban dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan secara nominal.

Pendapata daerah pada tahun 2010 (APBD Realisasi) sebesar Rp. 982,953,330,710.67, tahun 2011 (APBD Perubahan) naik menjadi Rp. 1,106,219,764,349.95 dan tahun 2012 mencapai Rp. 1,218,687,047,393.47.

Kenaikan pendapatan daerah tersebut juga diikuti oleh naiknya alokasi belanja daerah, dimana kenaikan belanja cenderung lebih besar dari pendapatan daerah yang mengakibatkan defisit anggaran juga semakin tinggi setiap tahunnya.

Pada tahun 2010 defisit mencapai Rp. 31,886,455,682.33, tahun 2011 sebesar Rp. 131,811,061,196.53 dan pada tahun 2012 mencapai Rp. 123,629,959,130.

Kenaikan pendapatan tersebut masih di topang oleh sumber pendapatan dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan, dimana setiap rata-rata tahunnya menopang pendapatan daerah sebesar 70 %.

Sementara pendapatan asli daerah atau PAD hanya mampu menyumbang pendapatan daerah sebesar 10-11 % dari total pendapatan daerah atau secara nominal rata-rata setiap tahunnya hanya sebesar Rp. 100 miliar.

Sementara itu jika dicermati besarnya belanja daerah ternyata lebih dari separo belanja daerah habis tersedot untuk membiayai gaji dan tunjangan pegawai, yang setiap tahunnya menyedot 59 % dari total belanja daerah.

Dan secara nominal setiap tahun mengalami peningkatan pada tahun 2010 mencapai Rp. 583,342,344,661.62, tahun 2011 sebesar Rp. 648.629,152,775.26 dan tahun 2012 sebesar Rp. 717,454,177,044.90. Hal ini tentu mengakibatkan semakin kecilnya anggaran untuk pembangunan daerah dikarenakan ruang fiskal daerah yang semakin sempit.

Dalam dua tahun (2010-2011), dana perimbangan berupa Dana Alokasi Umum (DAU) tidak mampu untuk menutupi kebutuhan gaji pegawai, hal ini bisa di lihat dari besarnya belanja pegawai melampaui besarnya DAU yang di terima daerah yang mengharuskan daerah menggunakan PAD untuk menutupi kebutuhan gaji tersebut.

“Salah satu prasyarat utama mewujudkan kesejahteraan masyarakat daerah adalah upaya yang terus menerus untuk meningkatkan efesiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah baik dari sisi pendapatan belanja maupun pembiayaan,” jelas Dahlan.

Sehingga jika tidak mau lama-lama menjadi kabupaten bangkrut maka pola manajerial pengelolaan keuangan daerah harus juga ditata dengan baik. ”dimensi pemikiran tersebut harus menjadi pijakan penting Pemerintah dalam merumuskan arah kebijakan pembangunan beserta proyeksi penganganggarannya setiap tahunnya,” tegasnya.