seputartuban.com, TUBAN – Program pendistribusian beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Kabupaten Tuban yang distribusikan Polres Tuban, dikeluhkan. Pasalnya beras tersebut tidak layak untuk konsumsi.
Warga menyebut beras SPHP yang dijual memiliki butiran patah, berwarna kekuningan, bahkan sebagian berbau apek. Kondisi itu membuat sebagian masyarakat merasa kecewa. Karena beras yang diharapkan dapat dikonsumsi dan dapat meringankan beban pengeluaran, namun nyatanya tidak demikian. “Kalau hanya untuk cadangan darurat mungkin masih bisa, tapi untuk makan sehari-hari jelas tidak layak,” keluh salah satu warga dari Kecamatan Semanding.
Selain mengejar penjualan SPHP harian yang banyak, diharapkan Polisi juga turut serta memperhatikan kualitas berasnya. Karena beras tersebut jika dimasak dengan air sedikit jadinya seperti nasi aking (nasi karak). Jika dimasak kebanyakan air, jadinya seperti bubur. “Memang beras ini murah dibawah harga pasar, 5 Kg dibandrol Rp 58.000. Tapi berasnya tidak enak dikonsumsi,” ungkap salah satu warga Kecamatan Montong.
Kapolres Tuban, AKBP William Cornelis Tanasale saat dikonfirmasi terkait hal ini, Senin (22/9/2025) tidak memberikan respon apapun.
Dari data yang dihimpun seputartuban.com, Polres Tuban masuk dalam klasifikasi Polres Tipe A. Target harian distribusi mencapai 3.540 kilogram yang disalurkan melalui 20 polsek jajaran, atau total 24.780 kilogram dalam satu minggu.
Menanggapi hal ini, Kepala Bulog wilayah Tuban, Bojonegoro dan Lamongan, Ferdian Dharma Atmaja menyebutkan bahwa beras SPHP berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Sehingga kualitasnya bisa berbeda dengan beras premium. Meski begitu, beras SPHP dipastikan layak konsumsi dan aman bagi masyarakat. Program ini juga diharapkan membantu menstabilkan harga beras di pasaran yang terus melonjak sejak beberapa bulan terakhir.
“Apabila ada masyarakat yang membeli beras SPHP terus dirasa tidak layak konsumsi, langkah pertamanya bisa dikembalikan melalui penyalurnya. Misal Jika yang bersangkutan membeli di pedagang pasar, maka beras tersebut bisa dikembalikan ke pedagangnya. Nanti pedagangnya yang akan menukarkan ke Bulog,” ungkapnya.
Pihaknya menjelaskan, beras SPHP ini memerlukan cara masak yang beda ,yakni dengan menambahkan jumlah air sebanyak 10-20 persen dari kebutuhan air untuk beras baru. Jika lebih dari itu airnya maka otomatis jadi bubur dan jika mengikuti jumlah air seperti beras baru, maka nasinya terasa lebih keras.
“Untuk kualitas, kalau ada yang semu kuning (kekuningan) itu biasanya karna faktor lama simpan dan untuk yang bau apek dan banyak patah bisa ditukarkan via penyalurnya,” tegasnya. RHOFIK SUSYANTO