Tekuni Membatik Sejak Usia 9 Tahun

KEREK

Siswa SMP Batik2
TELATEN : Dengan ketekunan, Diah sejak usia 9 tahun sudah membatik. Namun terancam tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena keterbatasan ekonomi

seputartuban.com – Nyonyaning Diah (15), warga Desa Margorejo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Mulai menekuni batik sejak usianya 9 tahun. Saat itu baru kelas 3 SD. Dengan cara otodidak atau belajar sendiri.

Saat ditemui seputartuban.com, Jum’at (31/05/2013) di salah satu rumah batik binaan PT Semen Indonesia. Diah menceritakan awalnya dia membatik dengan ngeblok saja. Atau hanya memberi penebal pada kain batik dengan menggunakan malem.

Sejalan dengan keahliannya, sedikit demi sedikit anak ke 2 dari 5 bersaudara pasangan Sutono (43) dan Wuryati (40) itu mulai membatik dengan motif sederhana. Seperti motif kates gantung dan motif bunga-bunga. Hingga usianya 12 tahun dia mengaku sudah bisa membatik 3 warna. Seperti motif hewan dan Mbongkolan.

Saat ini diah bekerja di rumah batik milik Kusnandar (38), warga Desa Margorejo, Kecamatan Kerek, Kabuparten Tuban. Kegemaranya dengan batik akan meringankan tiap kesulitan dalam belajar membatik. Diantaranya membuat pola, karena perlu keahlian khusus. Untuk memadukan ukuran kain dengan nilai seni atau estetika.

Remaja yang baru  lulus dari SMP N 1 tahun ini awalnya bekerja hanya memperoleh uang sebesar Rp. 16 ribu sehari. Saat itu, setiap memberi dasaran dengan malem (ngeblok) kain 2 meter dihargai Rp. 8 ribu. Dalam sehari dia hanya mampu 4 meter atau 2 lembar saja. Uang hasil keringatnya digunakan untuk uang jajan dan membayar sekolah. “Kadang saya tabung buat bayar sekolah. Seperti beli buku dan tas sekolah,” katanya.

Namun sekarang dia sudah mampu menghasilkan beberapa meter kain. Dan juga sudah mampu membatik dengan motif. Hasilnya, dalam sehari tidak kurang Rp. 50 ribu dikantonginya. Diah juga mengaku bahwa uang hasil kerjanya sebagian untuk membantu orang tuanya.

Karena adik-adiknya masih kecil dan masih membutuhkan biaya sekolah. Sedangkan penghasilan bapaknya yang seorang petani, masih kurang untuk mencukupi seluruh kebuthan keluarganya. “Kalau ada yang membantu sekolah, karena biayanya tidak ada. Sekarang kasihan bapak, adik perlu sekolah,” tuturnya. (han)

Print Friendly, PDF & Email